Margaret

Afina
1 min readFeb 10, 2021

--

Margaret tak mau menikah.

Sebuah pulau dinamakan dengan namanya.

Bebungaan di Pulau Margaret

Margaret tak ingin berkubang pada genangan darah biru keluarganya. Ia beribadat, mengabdi, dan membuat ayahnya murka. Ia tak mau menikah. Margaret mati di umur muda. Sebuah pulau dinamakan dengan namanya.

Tahukah, Margaret, reruntuhan biara tempat berlututmu kini beralih menjadi tempat perempuan menguburkan air mata mereka? Air tumpah ke tanah gembur, melahirkan rumpun-rumpun bunga indah yang bermekaran kala musim panas; tumbuh sebagai permohonan duka cita.

Perempuan-perempuan berdiri, berdansa. Berlari, berkejar-kejaran dengan waktu, bergelut dengan kerusuhan pikiran, menuju hutan peristirahatanmu yang terakhir, bisa jadi mereka tak paham akan asal-usulmu, namun menyanjung ide muliamu?

Margaret, para puan datang ke pulaumu, dengan bikini, atau baju musim panas warna-warni, atau jaket tebal panjang; berharap dapat mandi di pemandian Turki, atau duduk bersenda gurau melempar tawa, atau sekedar berjalan melepas murung.

Para puan keluar masuk tempat kasino. Kolam renang. Menggelar tikar. Membuka wine dan meminumnya langsung dari botol. Berlari berkejaran dengan emosi mereka. Menangis. Tertawa. Mengeluh. Margaret, adakah dirimu menemani kami kala itu?

--

--

Afina
Afina

Written by Afina

Afina. Growing up nomad: Cirebon, Merauke, Bandung, Cilacap, Purwokerto, Yogyakarta, Jakarta, Bogor. ✉️ afinochka@outlook.com

No responses yet